Khamis, 10 Jun 2010

saMBunGaN


Mendengar ucapan dari Ummu Sulaim tersebut, Abu Thalhah teringat akan patung sembahannya yang terbuat dari kayu bagus dan mahal. Patung itu khusus dibuatnya untuk pribadinya, seperti kebiasaan bangsawan-bangsawan kaumnya, Bani Najjar.
Ummu Sulaim telah bertekad hendak menempa besi itu selagi masih panas (mengislamkan Abu Talhah). Sementara Abu Thalhah terbengong-bengong melihat berhala sesembahannya, Ummu Sulaim melanjutkan bicaranya, "Tidak tahukah Anda, wahai Abu Thalhah, patung yang Anda sembah itu terbuat dari kayu yang tumbuh di bumi?" Tanya Ummu Sulaim.
"Ya, Betu
l"!!! jawab Abu Thalhah.

"Apakah Anda tidak malu menyembah sepotong kayu menjadi Tuhan, sementara potongannya yang lain Anda jadikan kayu api untuk memasak? Jika Anda masuk Islam, hai Abu Thalhah, aku rela engkau menjadi suamiku. Aku tidak akan meminta mahar darimu selain itu," kata Ummu Sulaim.

"Siapakah yang harus mengislamkanku?" Tanya Abu Thalhah.

"Aku bisa," jawab Ummu Sulaim.

"Bagaimana caranya?" tanya Abu Thalhah.

"Tidak sulit. Ucapkan saja kalimat syahadah! Saksikan tidak ada ilah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad Rasulullah. Sesudah itu pulang ke rumahmu, hancurkan berhala sembahanmu, lalu buang!" kata Ummu Sulaim menjelaskan.

Abu Thalhah tampak gembira. Lalu, dia mengucapkan dua kalimat syahadah. Sesudah itu Abu Thalhah menikah dengan Ummu Sulaim. Mendengar kabar Abu Thalhah menikah dengan Ummu Sulaim dengan maharnya Islam, maka kaum muslimin berkata, "Belum pernah kami mendengar mahar kahwin yang lebih mahal daripada mahar kahwin Ummu Sulaim. Maharnya ialah masuk Islam.

Sejak hari itu Abu Thalhah berada di bawah naungan bendera Islam. Segala daya yang ada padanya dikorbankan untuk berkhidmat kepada Islam.

Abu Thalhah dan istrinya, Ummu Sulaim, termasuk kelompok tujuh puluh yang bersumpah setia (baiat) dengan Rasulullah di Aqabah. Abu Thalhah ditunjuk Rasulullah menjadi kepala salah satu regu dari dua belas regu yang dibentuk malam itu atas perintah Rasulullah saw. untuk mengislamkan Yatsrib.

Dia ikut berperang bersama Rasulullah saw. dalam setiap peperangan yang dipimpin beliau. Dalam peperangan itu, tidak urung pula Abu Thalhah mendapatkan cobaan-cobaan yang mulia. Tetapi, cobaan yang paling besar diderita Abu Thalhah ialah ketika berperang bersama Rasulullah dalam Perang Uhud. Dengarkanlah kisahnya!

Abu Thalhah mencintai Rasulullah saw. sepenuh hati, sehingga perasaan cintanya itu mengalir ke segenap pembuluh darahnya. Dia tidak pernah merasa jemu melihat wajah yang mulia itu, dan tidak pernah merasa bosan mendengar hadis-hadis beliau yang selalu terasa manis baginya. Apabila Rasulullah saw. berdua saja dengannya, dia bersimpuh di hadapan beliau sambil berkata, "Inilah dariku, kujadikan tebusan bagi diri Anda dan wajahku pengganti wajah Anda." ...(masih belum bernoktah terakhir)

Tiada ulasan:

Catat Ulasan